New Page 1 New Page 2
HOME ANGGOTA CORETAN DOKUMEN

I'LAN

ALTAR, Akromin Dari..Alumni Tarogong.., Nama Yang Biasa Digunakan Untuk Para Alumni Pesantren Persatuan Islam No. 76 Tarogong-Garut-Jawa Barat.=>> Adapun ALTAR-MESIR, Alumnus PPI 76 Yang Melanjutkan Kuliah Ke Mesir.  
<<MESIR
ALTAR >>

 

MENU KITA
MESIR


BUKU TAMU
TADZKIROH

Bismillah...
Dari Abu Hurairoh RA. Berkata : Aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda : Sesungguhnya manusia yang pertama kali dihukum oleh Allah pada hari kiamat adalah,

Yang pertama seseorang yang mati syahid.
Maka didatang orang yang syahid itu, dan Allah mengenalkan nikmatnya dan orang yang "Syahid"pun mengenali ni'matnya.

Allah berkata :"Apa yang kamu lakukan dengan nikmat itu?" dia berkata : "aku berperang di jalanMu sehingga aku mati syahid"

Allah berkata :"kamu telah bohong, akan tetapi kamu berperang supaya kamu dikatakan sebagai seorang pemberani. dan kamu telah disebut demikian.

kemudian Allah memberikan perintah untuknya, maka ia diseret di atas wajahnya dan dilemparkan ke neraka.

Yang kedua seseorang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya, dan seseorang yang membaca al-qur'an.

Maka didatangkan orang itu, dan Allah mengenalkan nikmatnya dan diapun mengenali ni'matnya,

Allah berkata : "Apa yang kamu lakukan dengan nikmatmu itu?" orang itu berkata :"aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya dan aku membaca al-qur'an itu semua kulakukan demiMu,

Allah berkata :"kamu telah bohong!, akan tetapi kamu mempelajari ilmu agar orang2 mengatakan bahwa kamu orang yang berilmu, dan kamu membaca al-qur'an supaya orang-orang mengatakan bahwa kamu seorang "qaari". Dan kamu telah disebut demikian".

Kemudian Allah memberikan perintah untuknya, maka ia diseret di atas wajahnya dan dilemparkan ke neraka.

Yang ketiga, seseorang yang dilimpahi Allah harta yang banyak dan dia meng-infak-an semua hartanya itu, Maka didatangkan orang itu, dan Allah mengenalkan nikmatnya dan orang itupun mengenali ni'matnya,

Allah berkata : "Apa yang kamu lakukan dengan nikmatmu itu?" dia berkata :"Tidaklah aku meninggalkan satu jalan yang kamu cintai untuk mengnginfakan harta, kecuali aku berinfak pada jalan itu hanya karenaMu.

Allah berkata :" kamu telah bohong!, akan tetapi kamu melakukan itu, supaya kamu dikatakan sebagai seorang dermawan, dan kamu telah disebut demikian.

kemudian Allah memberikan perintah untuknya, maka ia diseret di atas wajahnya dan dilemparkan ke neraka.

(HR. Muslim)

 

 
JADWAL SHALAT

 

Saturday, October 07, 2006
Beramal dengan Ikhlas
By : ansor

Bismillah..
Dari Umar bin Khathab Ra. berkata : "Aku telah mendengar rasulullah saw.bersabda : Sesunggunya segala amalan itu tergantung pada niatnya. dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan rasulNya, ia akan sampai pada Allah dan RasulNya.dan barang siapa hijrahnya menuju dunia yang akan di perolehnya atau menuju wanita yang akan dinikahinya, ia akan mendapatkan apa yang dituju. (HR : Bukhari & Muslim)

Sungguh luar biasa hadits ini, Kenapa tidak? Karena hadits ini menerangkan tentang keikhlasan seseorang dalam beramal.Dan ini adalah inti dari segala amalan yang kita kerjakan.
Apalah artinya beramal yang banyak, kalau tanpa niat karena Allah. walaupun seseorang beramal dengan ilmu yang benar, tetap dimata Allah tidak ada nilainya sama sekali , kalau tanpa di barengi keikhlasan. Yang ada mungkin hanya pujian dari orang lain dan kesombongan pada diri sendiri.

Abu abdullah mengatakan : Tidak ada hadits nabi yang paling banyak mengandung faidah kecuali hadits ini.
Begitu juga dengan Imam syafi'i, beliau mengatakan : bawha hadits ini terdapat dalam 70 cabang ilmu agama. Maksudnya, dari hadits yang satu ini bisa masuk kepada 70 cabang ilmu.

Innamal a'malu binniyyatai, wa innama likullimri in Maanawa Dua kalimat ini (innamal a'malu binniyyatai dengan wa innama likullimri-in Manawa) seolah olah sama, karena kalau diterjemahkan secarara tekstual, maka kita akan mendapatkan kesamaan arti.
Makanya sebagian ulama ada yang mengatakan, kalimat kedua dalam hadits ini hanyalah sebagai taukid (kalimat penguat) untuk kalimat yang pertama.
Dan sebagian ulama lagi mengatakan (dan ini yang paling kuat alasanya) termasuk didalamnya pendapat imam Nawawi dalam kitabnya al-arbain an-nawawi bawha kalimat pertama innamal a'malu binniyat adalah menerangkan bahwa segala amalan itu mesti ada niatnya.
Dan yang dimaksud dengan kalimat wainnama likulimri in maanawa adalah hasil atau buah dari niat atas amalan yang di kerjakanya itu.
Kalau kita beramal dengan niat karena Allah, maka keridhaan Allah yang akan kita dapatkan. dan kalau kita beramal dengan niat selain karena Allah, maka kita akan mendapatkan apa yang kita niatkan itu.

Melalui hadits ini Rasulullah saw. menjelaskan pada kita akan pentingnya -sebuah niat- dalam beribadah pada Allah. Makanya tidak heran kalau imam Bukhari meletakan hadits ini dalam kitab shahih bukhari pada jilid pertama dan pada nomor urutan pertama.
Begitu juga dengan Imam Nawawi, dalam kitabnya al-arba'iin an-nawawiyah meletakan hadits ini pada urutan pertama juga.

Niat inilah yang sangat penting untuk senantiasa kita perhatikan setiap kita akan melakukan amalan. Karena hanya dengan niat kita akan mengetahui apakah kita melakukan amalan itu untuk mencari keridhaan Allah ataukah hanya untuk mendapatkan popularitas atau pujian dari manusia??

Seseorang yang "dulu" sangat berarti bagi saya, pernah menasehati..."Niatkanlah segala sesuatu itu karena Allah, karena kalau kita berniat bukan karenaNya maka kecewalah yang akan kita dapat".
Subhanallah....! sungguh sangat berarti sekali nasehat ini bagi saya, Apalagi nasehat ini keluar dari mulut seseorang yang saya "cintai" sampai sekarang pun nasehat ini masih saya jaga dan saya laksanakan. Agar saya bisa senantiasa "mentajdid" niat atas amalan yang saya lakukan.

Dalam kesempatan ini saya tidak akan panjang lebar menerangkan tentang eksistensi niat, mungkin saya hanya akan memberikan satu hadits yang sangat memperhatikan atas pentingnya niat.
Hadits ini sangat luar biasa, dan kita selaku umat Islam harus dengan seksama memperhatikanya, agar kita senantiasa memperbaharui.... memperbaharui... dan memperbaharui niat dalam segala amalan yang kita kerjakan.

Dari Abu Hurairoh RA. Berkata : Aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda : Sesungguhnya manusia yang pertama kali dihukum oleh Allah pada hari kiamat, adalah seorang yang mati syahid. Maka didatangkan orang yang syahid itu, dan Allah mengenalkan nikmatnya dan orang yang "Syahid" pun mengenali ni'matnya. Allah berkata :"Apa yang kamu lakukan dengan nikmat itu? dia berkata : "aku berperang di jalanMu sehingga aku mati syahid" Allah berkata :"kamu telah bohong, akan tetapi kamu berperang supaya kamu dikatakan sebagai seorang pemberani. dan kamu telah disebut demikian. kemudian Allah memberikan perintah untuknya, maka ia diseret di atas wajahnya dan dilemparkan ke neraka.Dan seseorang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya, dan seseorang yang membaca al-qur'an. Maka didatangkan orang itu, dan Allah mengenalkan nikmatnya dan diapun mengenali ni'matnya, Allah berkata : "Apa yang kamu lakukan dengan nikmatmu itu?" orang itu berkata :"aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya dan aku membaca al-qur'an itu semua kulakukan demiMu, Allah berkata :"kamu telah bohong!, akan tetapi kamu mempelajari ilmu agar orang2 mengatakan bahwa kamu orang yang berilmu dan kamu membaca al-qur'an supaya orang-orang mengatakan bahwa kamu seorang "qaari" dan kamu telah disebut demikian". Kemudian Allah memberikan perintah untuknya, maka ia diseret di atas wajahnya dan dilemparkan ke neraka.Yang ketiga, seseorang yang dilimpahi Allah harta yang banyak dan dia meng-infak-an semua hartanya itu, Maka didatangkan orang itu, dan Allah mengenalkan nikmatnya dan orang itu pun mengenali ni'matnya, Allah berkata : "Apa yang kamu lakukan dengan nikmatmu itu?" dia berkata :"Tidaklah aku meninggalkan satu jalan yang kamu cintai untuk mengnginfakan harta kecuali aku berinfak pada jalan itu hanya karenaMu. Allah berkata :" kamu telah bohong!, akan tetapi kamu melakukan itu supaya kamu dikatakan sebagai seorang dermawan, dan kamu telah disebut demikian. kemudian Allah memberikan perintah untuknya, maka ia diseret di atas wajahnya dan dilemparkan ke neraka.(HR. Muslim)


Melihat redaksi hadits ini kita jadi tahu, ternyata untuk menumbuhkan niat yang ikhlas atas segala amalan yang kita lakukan ini sangatlah susah, Muawiyah bin abi sofyan saja, Mendengar hadits ini langsung menangis dan pingsan.

Nah...dari sinilah kita diperintahkan agar senantiasa "tajdidunniah" memperbaharui...memperbaharui...dan senantiasa memperbaharui niat atas segala amalan yang kita lakukan.
Niatkanlah segala amalan kita ini hanya karena Allah! niscaya kita akan mendapat pahala disisiNya, ikhlaskanlah segala amalan kita agar kita mendapat keridhanya.

Beramal dengan ikhlas adalah...BUKAN INGIN DI PUJI BUKAN PULA TAKUT DI BENCI, tapi kita beramal hanya untuk mendapat pahala dan keridhan Allah swt. Wallahu a'lam.
WULUJEUNG BER-IKHLAS !!

 

Tuesday, August 15, 2006
Pesantren; Rahim Kebangkitan Islam

By : Fan Kano

Sering kita mendengar sebuah stigma yang diakui kevalidannya menyatakan "Orang Islam mengalami kemunduran di segala bidang, karena mereka sudah meninggalkan agamanya". Lain halnya dengan para pengusung Renaissance pada abad ke-10, mereka meneriakkan yel-yel sekulerisme demi menggapai kemajuan peradaban barat. Ini terjadi, karena agama yang mereka maksud hanya suatu bentuk manipulasi para agamawan untuk meraih hegemoni di Eropa. Padahal, agama mereka tidak memiliki perangkat tata Negara, lebih lagi tata kehidupan manusia.

Renaissance yang dahulu diusung, telah berimplikasi pada cara berpikir muslimin saat ini, mereka menganggap bahwa negara mesti dipisahkan dari intervensi agama Islam. Sehingga agama kali ini direduksi sampai ke gerak personal semata (Hablun minallaah), sedangkan tataran social, ekonomi dan politik (Hablun minannaas) agama disingkirkan. Karenanya, stigma di atas sangat cocok pada masa sekarang ini. Ajakan kembali kepada agama ini, bukan berarti menganggap muslimin telah murtad dari agamanya, akan tetapi suatu seruan agar muslimin kembali mengkaji dan mengamalkan ajaran agamanya. Pastinya, dengan ikhlas karena Allah Swt. dan benar sesuai dengan contoh Rasulullah Saw. Namun, yang menjadi pertanyaan kali ini, dalam bentuk apakah mengajak umat kembali pada agama?

Pendidikan Islam (tarbiyah islamiyyah) merupakan elemen dasar dalam membangun paradigma arus pemikiran Islam, yang selanjutnya pemikiran ini dapat berimplikasi pada munculnya peradaban Islam. Terlalu dini memang saya membicarakan tentang peradaban Islam, karena konspirasi musuh Islam saat ini telah membangun paradigma buruk pada kesucian agama Islam, yang menyebabkan umat Islam sendiri tidak tahu bahkan takut dengan agamanya sendiri. Tapi, bukan berarti hal ini tidak mungkin untuk terwujud. Saya yakin terwujud jika tadarruj fil 'amal atau gradual dalam bertindak diutamakan. Sebab itu saya berpendapat, pendidikan merupakan sarana awal dalam mencapai citi-cita tersebut.

Dari berbagai informasi yang kita terima, pendidikan di Indonesia mengalami permasalahan yang sangat akut. Dari mutu pendidikan yang rendah, sehingga membuat Indonesia berada di peringkat ke-11 dari 12 negara Asia, angka putus sekolah mencapai 80% untuk tingkat SMA, buta huruf 9%, dan produksi buku hanya mencapai 2000 buah dalam setiap tahunnya (dibandingkan Malaysia yang dapat memproduksi 15.000 buah/tahun). Akhirnya, relevansi dari pendidikan menghasilkan pengangguran absolut sebanyak 9%, apalagi dalam hal degradasi moral yang semakin carut-marut.

Visi dan Misi pendidikan di Indonesia yang tercantum dalam UUD No. 20/2003 menyatakan "Terwujudnya sistem pendidikan yang menghasilkan manusia Indonesia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah", ini baru terpikirkan akhir-akhir ini. Padahal, Islam sudah jauh-jauh hari memiliki Visi dan Misi pendidikan, sebagaimana tercantum dalam firman-Nya:"Tidak sepatutnya bagi mu'minin itu pergi semuanya. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya" (QS. At Taubah: 122) Artinya, pendidikan Islam hendak menghasilkan manusia yang dapat memberi peringatan berupa jawaban, ketika zaman sudah melenceng dari rel syari'at (baca: Al Qur'an dan As Sunnah), agar umat manusia dapat mejnaga dirinya sendiri.

Di tulisan ini saya akan membahas peran pesantren bagi santri itu sendiri, tidak akan membahas efeknya bagi masyarakat. Sebab semua pasti yakin bahwa efek pesantren bagi masyarakat sangatlah kuat dalam segi keagamaan, sehingga masyarakat memiliki asumsi pribadi terhadap pesantren dan pada santri. Misalkan; masyarakat mempunyai asumsi bahwa santri pesantren mesti bisa membaca Al Qur'an sesuai tajwidnya, bisa baca arab gundul, mahir berceramah, dll. Apalagi jika memperhatikan pemaparan Drs. Affandi Mochtar, MA. di Cairo pada akhir tahun 2005, beliau mengatakan bahwa "Historis pemikiran Islam dimulai dari Pesantren". Jadi, pesantren bisa disebut gagal jika sudah mandul mereproduksi para intelektual yang agamis.

Baik, saya tidak akan berpanjang-panjang kalam, akan langsung pada pembahasan yang ingin saya usung sebagai bahan diskusi. Saya akan mengajukan beberapa usulan seputar pesantren Persatuan Islam No. 76 secara ringkas saja.

Yang perlu diperhatikan: Peran pesantren bagi santrinya, layaknya surya mentari bagi benih-benih yang sudah disirami, nantinya dia tumbuh dan berbuah indah, segar serta cukup mendatangkan selera. Setidaknya, buah itu bisa menenangkan hati orang yang memandang, apalagi bisa sampai mengenyangkannya jika dimakan.

Setelah sedikit saya memperhatikan pesantren kita ini, maka saya di sini ingin membahas efek yang diberikan pesantren kepada para santrinya, dan ingin sedikitnya berbakti dengan memberikan kasih sayang.

1. Status disamakan? Menurut Drs. Mundzir Suparta, MA. prosentase jumlah Madrasah swasta (Selanjutnya ditulis MS) di tanah air lebih dominan dibandingkan dengan Madrasah negri (Selanjutnya ditulis MN). Perbedaannya mencapai 91,8% jumlah Madrasah swasta dan 8.2% madrasah negri. Dan lagi -lanjut beliau- dengan diterapkannya metode KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) ingin menghapus dikhotomi antara Swasta dan negri. Ini dapat kita lihat dari suksesnya teman-teman MAK dalam memasuki PTN.

Setelah sedikit memperhatikan dan mengecap kurikulum MN, saya pikir MS malah bergerak mundur ke belakang jika statusnya disamakan dengan MN. Sebab kualitas kurikulum agama MN yang jauh di bawah MS, mesti dimasukan ke kurikulum MS. Saya berpendapat, semestinya MS tidak pelu mengejar penyamaan status dengan MN, tapi lebih menekankan pada mu'adalah dan memudahkan santrinya melanjutkan ke universitas-universitas luar negri.

2. Kesamaran Ilmu
Sering kita mendengar "Ah, ilmu agama ngatung, ilmu umum menggantung!". Sekali lagi, salah satunya ini disebabkan penyamaan status dengan MN. Sehingga MS tidak memiliki ilmu dominan yang mesti dimiliki santri, karena ilmu-ilmu agamanya mengikuti kurikulum MN yang berkualitas kurang baik. Walaupun ilmu-ilmu unggulan MS masih ada, para santri malah disibukkan oleh penambahan kurikulum MN yang seharusnya mereka lebih memusatkan pada kurikulum unggulan MS.

Lagi-lagi, saya berpendapat MS lebih baik tidak mengikuti persamaan dengan MN, agar ilmu-ilmu santrinya tidak menggantung. Lebih lagi, jika MS mengadakan system "Sorogan" di luar jam sekolah bagi santrinya. Karena seperti saya katakan di awal, masyarakat (bahkan wali santri) mempunyai paradigma sendiri terhadap para santri, yaitu santri lebih mempelajari dan menguasai ilmu agama. Pandangan seperti ini tidaklah salah, karena memang santri MS bukanlah santri MN, apalagi sekolah umum.

3. Islamisasi ilmu umum
Sebenarnya saya tidak setuju dengan dikhotomi ilmu (agama dan umum), sebab keduanya sama-sama dibutuhkan. Tapi, karena di negri kita memiliki dua lembaga pendidikan yang masing-masing memiliki kurikulum unggulan yang berbeda. Maka, pesantren merupakan satu lembaga yang memiliki kurikulum unggulan, yaitu ilmu-ilmu agama. Pesantren kita telah menghadirkan ilmu-ilmu umum bagi santri-santrinya, bahkan pembagian jurusan lebih banyak ke ilmu-ilmu umum, IPS & IPA. Bagi saya, ini tidak begitu masalah jika ilmu-ilmu umum tersebut memiliki interdependensi dengan ilmu-ilmu agama. Artinya, para Asatidz/dzah mesti mengislamisasikan ilmu pengetahuan, disamping menjamin ketidakasingan dunia Islam dari science, juga dapat memfilter science yang kontradiksi dengan agama.

Ketika saya bertanya kepada kawan-kawan se-almamater atau lain almamater, mengenai manusia kera yang dipelajari di pesantren. Kebanyakan mereka telah mempelajarinya, padahal ini sudah di rad oleh Harun Yahya dan bertentangan dengan agama Islam. Atau kita dulu telah mempelajari sirkulasi kejadian hujan, guru hanya menerangkan begitu saja tanpa menyebutkan bahwa sirkulasi ini adalah kehendak Allah Swt, bahkan tidak mengenalkan santri tentang ayat-ayat yang berkaitan dengan itu (QS. 45:5,2:22,35:27 dll) Sehingga di benak santri tergambar bahwa sirkulasi kejadian hujan hanya sebatas proses alamiah saja, tanpa campurtangan Tuhan.

Sayapun memperhatikan SKI (Sejarah Kebudayaan Islam) yang dipelajari di pesantren mengacu pada Depag, sehingga ketika dulu saya mempelajari tentang Khulafaurrrasyidin tergambar bahwa Utsman ra. adalah pemimpin yang lemah dan Nepotisme, dan Mu'awiyyah ra. adalah seorang penjahat pemerintahan, atau Aisyah ra. adalah penentang Ali ra. Padahal mereka adalah para sahabat Nabi yang mulia, yang jika kita menginfakkan emas seberat gunung Uhudpun tidak akan menyaingi amal mereka (Lihat di HR. Bukhari&Muslim). Pemahaman ini muncul karena buku SKI ini diambil dari Depag yang isinya sudah terinfiltrasi pemikiran-pemikiran para orientalis yang tidak objektif dalam memandang Islam. Kalaulah pesantren kita, mempelajari SKI dari buku-buku para ulama seperti "Ar Rahqul Makhtam (Syaikh. Al Mubarak Furi) atau Al'Awshim minal Qawshim (Syaikh. Al Qadli Abu Bakar Ibn Al 'Arabi) dll" maka akan Ashlah. Pembelajaran seperti ini bukan tidak mungkin, sebab para Asâtidz/dzah banyak yang bisa berbahasa Arab.

4. Optimalisasi Ekstra Kulikuler
Yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah para da'i yang dapat memberikan solusi alternatif bagi permasalahan mereka, apalagi jika alternatif-alternatif yang ada sudah bertentangan dengan syari'at Islam. Maka, para calon da'i (baca: santri) mesti diberikan keterampilan agar mereka tidak malah menganggur jika tidak melanjutkan study, karena mereka akan menggunakan keterampilan yang sudah diasah di pesantren. Kita bisa mengambil contoh dari Pesantren Gontor, yang memiliki berbagai fasilitas pendidikan keterampilan.

5. Santri yang berakhlaq mulia
Tujuan ini tidak kalah pentingnya dengan pengajaran di kelas-kelas, ini merupakan pendidikan para Asatidz/dzah bagi para santrinya. Saya mengurut dada ketika dulu mendengar permasalahan akhlaq santri PPI no. 76, ada apa dengan pesantren?, ini pertanyaan yang muncul pertama di hati saya. Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa pesantren kita memiliki Asatidz/dzah yang shaleh/hah sehingga kita bisa menjadikannya tauladan, tapi kenapa ini bisa terjadi, saya perkirakan mungkin karena kurangnya kedekatan antara santri dan Asatidz/dzah. Sehingga santri menganggap Asatidz/dzah sebatas para pengajar saja, tidak sebagai pendidik. Dan para Asatidz/dzah jadi tidak mengetahui keadaan para santrinya, karena kekurangdekatan diantara para Asatidz/dzah dan santri.

Pesantren tidak perlu mengadakan halaqah-halaqah (seperti di pesantren Husnul Khatimah) yang diadakan para Asatidz/dzah bagi semua santri, karena melihat jumlah santri yang banyak dan para Asatidz/dzah terbatas. Solusi yang saya usung disini adalah, bagaimana agar para Asatidz/dzah menghidupkan hawa Tawashau bil haqqi wa tawashau bish shabri yang dilandasi cinta karena Allah. Jadi, jika ada santri yang bermasalah tidak lantas ditampar, ditendang, distrap, diintrogasi di BP atau bahkan di Drop Out. Dulu, muncul pertanyaan di benak saya ketika mendengar santri yang di DO gara-gara mencuri, apakah pesantren tidak bisa (atau tidak mau) mendidik santri-santri yang berbuat salah (mencuri) sehingga mereka mesti di DO? Padahal peran pesantren mesti memperbaiki akhlaq para santri-santrinya. Banyak saya mendengar dari kawan-kawan di asrama yang berkata "Si ustadz 'anu' teh bener, tapi carana salah?", jadi, kalaulah para Asatidz/dzah menasehati dengan cara pendekatan maka santri akan menerima nasihatnya.

Ini mungkin sedikit bulir-bulir kasih sayang yang menyembul dari hati yang paling dalam, sebagai sedikit bakti bagi "rahim ilmu". Mohon tanggapannya dari ikhwati wa Akhawati fillah dan memberikan solusi praktis yang bisa diberikan untuk pesantren kita. Mumpung kita masih di Mesir jadi bisa enak mencurahkan pendapat, tapi kalu sudah di hadapan para Asatidz/dzah mungkin kita agak tergagap dan karena sebab-sebab lain yang tidak bisa saya sebutkan. In Uridu illal ishlh mastathatu.